Senin, 01 Januari 2018

Bahaya Kebanyakan Minum Ketika Olahraga

Selama ini kebanyakan orang selalu berpikir bahwa minum banyak air lebih baik bagi tubuh daripada kekurangan air atau dehidrasi. Minum hiperbola justru bertentangan dengan sinyal biologis manusia.
Para atlet juga seringkali banyak minum air ketika berolahraga untuk menjaga asupan cairan tubuhnya. Sayangnya, kebanyakan minum air sanggup berakibat fatal dan mematikan.
Seorang pelari marathon di Inggris berjulukan Kate Mori mengikuti perlombaan London Marathon pada tahun 2007. Itu yakni perlombaan keempat yang pernah ia ikuti.
Saat itu, suhu sedang mencapai puncaknya pada 23,5 derajat Celcius. Dengan maksud ingin mempertahankan asupan cairan, Mori berusaha meminum air sesering mungkin setiap berhenti di sepanjang rute.
Pada mil ke-18, Mori merasa tubuhnya kurang sehat namun memaksakan diri untuk tetap mengikuti perlombaan. Mendekati finish, Mori mulai hilang kesadaran. Sejam kemudian, ia sudah berada di Royal London Hospital di Whitechapel dengan menderita diare berat, muntah, kebingungan dan kakinya bergerak seperti sedang berjalan tanpa henti.
Hasil diagnosa mengatakan Mori bukan pingsan lantaran dehidrasi, tapi lantaran kelebihan cairan. Dokter menduga Mori meminum sekitar 3 liter air.
“Selama ini, ancaman kehilangan cairan tubuh selama menjalani olahraga yang membutuhkan daya tahan prima telah dibesar-besarkan. Seorang atlet perlu mencurigai bahwa minum cairan hiperbola sebelum, selama atau sehabis berolahraga sanggup berakibat fatal,” kata Timotius Noakes, profesor ilmu olahraga di University of Cape Town, Afrika Selatan menyerupai dilansir The Telegraph, Rabu (28/3/2012).
Tidak ada satu pun laporan medis yang menyatakan bahwa kehilangan cairan tubuh menjadi penyebab simpulan hidup pelari maraton. Tapi, simpulan hidup yang disebabkan minum hiperbola telah menimbulkan setidaknya 12 kematian. Salah satu misalnya yakni simpulan hidup David Rogers ketika mengikuti lomba London Marathon pada tahun 2007, simpulan hidup seorang pelari maraton perempuan asal AS pada tahun 1993 dan juga simpulan hidup pemain sepak bola Amerika, Paul Allen, pada tahun 2010.
Minum terlalu banyak sebelum, ketika atau sehabis berolahraga ini mengakibatkan timbulnya kondisi berbahaya yang disebut exercise-associated hyponatraemia (EAH). Terkadang kondisi ini disebut intoksikasi air yang ditandai dengan rendahnya konsentrasi natrium di dalam darah dan mengakibatkan otak membengkak. Akibatnya penderita menjadi kebingungan, kehilangan kesadaran dan mengalami kejang.
Gejala EAH pertama kali dicatat oleh Prof Noakes pada tahun 1980-an. Penyebabnya ketika itu diduga lantaran kebanyakan minum dan gres benar-benar dipastikan pada tahun 1991.
Profesor Sanjay Sharma, konsultan hebat jantung dari St George Healthcare NHS Trust, London dan administrator medis London Marathon memperingatkan bahwa kenaikan suhu mengakibatkan orang semakin ingin minum, terutama lantaran terpengaruh iklan minuman olahraga.
“Banyak pelari merasa perlu minum air di kapan saja ia bisa, terlepas dari apakah merasa haus atau tidak. Pelari yang lambat paling berisiko lantaran lebih usang berada di lintasan. Biasanya diharapkan waktu empat jam lebih biar cairan yang hiperbola berkumpul dan mengakibatkan EAH,” kata Prof Sharma.
Panduan International Marathon Medical Directors Association (IMMDA) yang disusun oleh Prof Noakes pada tahun 2003 menyarankan bahwa minum air hanya untuk mengatasi haus saja sudah cukup untuk menjaga keseimbangan cairan tubuh. Minum hiperbola justru bertentangan dengan sinyal biologis manusia.
American College of Sports Medicine (ACSM) beropini bahwa untuk menghindari dehidrasi, atlet dihentikan kehilangan lebih dari 2% berat tubuh ketika berolahraga.

Sumber : health.detik.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar